Sebelum memasuki bulan Ramadhan, ada sebuah tradisi berbagi makanan yang biasa dilakukan masyarakat, khususnya umat muslim di Jawa Timur. Megengan, sebagian Ngalamers pasti mengenalnya.
Ajaran umat Islam untuk saling memaafkan menjelang bulan Ramadhan, diimplementasikan oleh sebagian masyarakat Jawa dengan berbagi makanan, sebagai simbol agar dalam menjalani bulan suci tidak ada beban dosa antar sesama manusia.
Dalam beberapa referensi disebutkan, "Megengan" adalah sebuah bentuk akulturasi budaya antara Islam dan Jawa yang berkembang pesat di tanah Jawa. Simbol hubungan sosial antar tetangga dan sesama umat Islam pada umumnya yang sudah dilakukan turun temurun.
Namun perlahan, tradisi ini mulai ditinggalkan Ngalamers. Masyarakat yang kian modern dan gaya hidup 'instan' dinilai cukup memberi pengaruh signifikan terhadap memudarnya budaya Megengan.
"Kalau dilihat tradisi Megengan ini masih ada, namun sudah berkurang volumenya di masyarakat," ungkap Dwi Cahyono, Pengamat Budaya asal Kota Malang. (25/6).
Pola tradisi Megengan yang ada saat ini juga terpengaruh oleh pola hidup masyarakatnya. Seperti cara perayaannya, di mana pada zaman dahulu, pelaku Megengan ini seringkali mengolah sendiri masakannya untuk selanjutnya dibagikan.
"Saat ini karena mengambil praktisnya, mereka memilih untuk pesan atau katering, benar tidak mengurangi rasa silaturahmi, namun mengurangi maksud dan tujuan awalnya," tutur Dwi.
Dwi menambahkan, di Kota Malang, budaya Megengan dikenal karena pengaruh akulturasi budaya dari Kerajaan Islam Demak yang masuk ke Jawa Timur melalui Pacitan dan Blitar.
"Tradisi Megengan ini ada yang memang di suatu daerah kuat sekali memegangnya, ada yang tidak, untuk wilayah Malang, tradisi ini sangat kuat," pungkasnya.
Namun perlahan, tradisi ini mulai ditinggalkan Ngalamers. Masyarakat yang kian modern dan gaya hidup 'instan' dinilai cukup memberi pengaruh signifikan terhadap memudarnya budaya Megengan.
"Kalau dilihat tradisi Megengan ini masih ada, namun sudah berkurang volumenya di masyarakat," ungkap Dwi Cahyono, Pengamat Budaya asal Kota Malang. (25/6).
Pola tradisi Megengan yang ada saat ini juga terpengaruh oleh pola hidup masyarakatnya. Seperti cara perayaannya, di mana pada zaman dahulu, pelaku Megengan ini seringkali mengolah sendiri masakannya untuk selanjutnya dibagikan.
"Saat ini karena mengambil praktisnya, mereka memilih untuk pesan atau katering, benar tidak mengurangi rasa silaturahmi, namun mengurangi maksud dan tujuan awalnya," tutur Dwi.
Dwi menambahkan, di Kota Malang, budaya Megengan dikenal karena pengaruh akulturasi budaya dari Kerajaan Islam Demak yang masuk ke Jawa Timur melalui Pacitan dan Blitar.
"Tradisi Megengan ini ada yang memang di suatu daerah kuat sekali memegangnya, ada yang tidak, untuk wilayah Malang, tradisi ini sangat kuat," pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar