Reformasi secara umum berarti perubahan terhadap suatu sistem
yang telah ada pada suatu masa. Reformasi secara etimologis berasal dari kata reformation dengan akar kata reform yang secara semantik bermakna
melakukan sesuatu hal perbaikan. Reformasi merupakan suatu perubahan
perikehidupan lama dengan tatanan perikehidupan baru yang secara hukum menuju
ke arah perbaikan. Reformasi merupakan bagian dari dinamika masyarakat, dalam
arti bahwa perkembangan akan menyebabkan tuntutan terhadap pembaharuan dan
perubahan untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan perkembangan tersebut.
Reformasi
merupakan suatu gerakan yang menghendaki adanya perubahan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara ke arah yang lebih baik secara
konstitusional. Artinya, adanya perubahan kehidupan dalam bidang politik,
ekonomi, hukum,sosial dan budaya yang lebih baik, demokratis berdasarkan
prinsip kebebasan, persamaan dan persaudaraan.
Gerakan Reformasi
lahir sebagai jawaban atas krisis yang melanda berbagai segi kehidupan. Krisis
politik, ekonomi, hukum dan krisis sosial merupakan faktor-faktor yang
mendorong lahirnya gerakan reformasi. Bahkan krisis kepercayaan telah menjadi
salah satu indikator yang menentukan. Reformasi dipandang sebagai gerakan yang
tidak boleh ditawar-tawar lagi dan karena itu, hampir seluruh rakyat indonesia
mendukung sepenuhnya gerakan reformasi tersebut.
Reformasi
juga bermakna sebagai suatu perubahan tanpa merusak atau perubahan dengan
memelihara. Dalam hal ini, proses reformasi bukanlah proses perubahan yang
radikal dan berlangsung dalam jangka waktu singkat, tetapi merupakan proses
perubahan yang terencana dan bertahap. Sehingga reformasi yang dilakukan di
Indonesia bermaksud untuk memperbaiki sistem politiknya. Hal-hal baik yang
sudah ada sejak Orde Baru tetap dipertahankan, sedangkan hal buruknya
dikurangi, bahkan dihapuskan. Peranan
militer di dalam bidang politik pemerintahan terus dikurangi,
seperti dwifungsi ABRI yang mulai dilarang pada masa reformasi.
Pada masa
reformasi ada beberapa kebijakan-kebijakan baru yang harapannya dapat
menjadikan Indonesia yang lebih baik. Kebijakan pemerintah yang
memberi ruang gerak yang lebih luas terhadap hak-hak untuk mengeluarkan
pendapat dan pikiran baik lisan atau tulisan sesuai pasal 28 UUD 1945 dapat
terwujud dengan dikeluarkannya UU No 2 / 1999 tentang partai politik yang
memungkinkan multipartai. Hal tersebut memungkinkan adanya kebebasan pers yang
sebelumnya dibatasi pada masa Orde Baru.
Upaya untuk
mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa serta tanggung jawab
dibuktikan dengan dikeluarkan ketetapan MPR No IX/MPR/1998 yang ditindak
lanjuti dengan UU no 30/2002 tentang Komisi pemberantasan tindak pidana korupsi.
Dengan dibentuknya KPK, praktik Korupsi,Kolusi dan Nepotisme (kkn) di kalangan para
pejabat pemerintahan dan pengusaha dalam kegiatan perekonomian nasoinal semakin
banyak ditemukan bukti-buktinya.
Lembaga MPR
sudah berani mengambil langkah-langkah politis melalui sidang tahunan dengan
menuntut adanya laporan pertanggung jawaban tugas lembaga negara, UUD 1945 di
amandemen, pimpinan MPR dan DPR dipisahkan jabatannya, berani memecat presiden
dalam sidang istimewanya. Dalam hal ini, pemerintah tidak lagi otoriter dan terjadi demokratisasi
di bidang politik.
Dengan
Amandemen UUD 1945 masa jabatan presiden paling banyak dua kali masa jabatan,
presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat mulai dari pemilu 2000
dan yang terpilih sebagai presiden dan wakil presiden pertama pilihan langsung
rakyat adalah Susilo Bambang Yodoyono dan Yoesuf Kalla, MPR tidak lagi lembaga
tertinggi negara melainkan lembaga yang kedudukannya sama dengan presiden, MA,
BPK, kedaulatan rakyat tidak lagi ditangan MPR melainkan menurut UUD.
Di dalam amandemen UUD 1945 ada penegasan tentang sistem
pemerintahan presidensial tetap dipertahankan dan bahkan diperkuat. Dengan
mekanisme pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung.
Akan tetapi, reformasi juga memiliki beberapa
kekurangan seperti lepasnya Timor Timur dari wilayah Republik Indonesia pada
tahun 1998, pada saat itu Indonesia tidak bisa mempertahankan provinsi tersebut.
Aksi separatism dan didukung oleh perbedaan wilayah jajahan menyebabkan
provinsi tersebut akhirnya lepas dari NKRI. Konflik antar kelompok etnis bermunculan di
berbagai daerah
yang disebabkan kurangnya toleransi beragama antar pemeluk agama. Namun, dengan
adanya Gus Dur sebagai Bapak Pluralisme, hal tersebut perlaha-lahan dapat
berkurang. Adanya perangkapan
jabatan yang membuat pejabat bersangkutan tidak dapat berkonsentrasi penuh pada
jabatan publik yang diembannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar