Senin, 07 November 2016

Reformasi

            Reformasi secara umum berarti perubahan terhadap suatu sistem yang telah ada pada suatu masa. Reformasi secara etimologis berasal dari kata reformation dengan akar kata reform yang secara semantik bermakna melakukan sesuatu hal perbaikan. Reformasi merupakan suatu perubahan perikehidupan lama dengan tatanan perikehidupan baru yang secara hukum menuju ke arah perbaikan. Reformasi merupakan bagian dari dinamika masyarakat, dalam arti bahwa perkembangan akan menyebabkan tuntutan terhadap pembaharuan dan perubahan untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan perkembangan tersebut. 
            Reformasi merupakan suatu gerakan yang menghendaki adanya perubahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara ke arah yang lebih baik secara konstitusional. Artinya, adanya perubahan kehidupan dalam bidang politik, ekonomi, hukum,sosial dan budaya yang lebih baik, demokratis berdasarkan prinsip kebebasan, persamaan dan persaudaraan.
            Gerakan Reformasi lahir sebagai jawaban atas krisis yang melanda berbagai segi kehidupan. Krisis politik, ekonomi, hukum dan krisis sosial merupakan faktor-faktor yang mendorong lahirnya gerakan reformasi. Bahkan krisis kepercayaan telah menjadi salah satu indikator yang menentukan. Reformasi dipandang sebagai gerakan yang tidak boleh ditawar-tawar lagi dan karena itu, hampir seluruh rakyat indonesia mendukung sepenuhnya gerakan reformasi tersebut.
            Reformasi juga bermakna sebagai suatu perubahan tanpa merusak atau perubahan dengan memelihara. Dalam hal ini, proses reformasi bukanlah proses perubahan yang radikal dan berlangsung dalam jangka waktu singkat, tetapi merupakan proses perubahan yang terencana dan bertahap. Sehingga reformasi yang dilakukan di Indonesia bermaksud untuk memperbaiki sistem politiknya. Hal-hal baik yang sudah ada sejak Orde Baru tetap dipertahankan, sedangkan hal buruknya dikurangi, bahkan dihapuskan. Peranan militer di dalam bidang politik pemerintahan terus dikurangi, seperti dwifungsi ABRI yang mulai dilarang pada masa reformasi.
            Pada masa reformasi ada beberapa kebijakan-kebijakan baru yang harapannya dapat menjadikan Indonesia yang lebih baik. Kebijakan pemerintah yang memberi ruang gerak yang lebih luas terhadap hak-hak untuk mengeluarkan pendapat dan pikiran baik lisan atau tulisan sesuai pasal 28 UUD 1945 dapat terwujud dengan dikeluarkannya  UU No 2 / 1999 tentang partai politik yang memungkinkan multipartai. Hal tersebut memungkinkan adanya kebebasan pers yang sebelumnya dibatasi pada masa Orde Baru.
            Upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa serta tanggung jawab dibuktikan dengan dikeluarkan ketetapan MPR No IX/MPR/1998 yang ditindak lanjuti dengan UU no 30/2002 tentang Komisi pemberantasan tindak pidana korupsi. Dengan dibentuknya KPK, praktik Korupsi,Kolusi dan Nepotisme (kkn) di kalangan para pejabat pemerintahan dan pengusaha dalam kegiatan perekonomian nasoinal semakin banyak ditemukan bukti-buktinya.
                Lembaga MPR sudah berani mengambil langkah-langkah politis melalui sidang tahunan dengan menuntut adanya laporan pertanggung jawaban tugas lembaga negara, UUD 1945 di amandemen, pimpinan MPR dan DPR dipisahkan jabatannya, berani memecat presiden dalam sidang istimewanya. Dalam hal ini, pemerintah tidak lagi otoriter dan terjadi demokratisasi di bidang politik.
                Dengan Amandemen UUD 1945 masa jabatan presiden paling banyak dua kali masa jabatan, presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat mulai dari pemilu 2000 dan yang terpilih sebagai presiden dan wakil presiden pertama pilihan langsung rakyat adalah Susilo Bambang Yodoyono dan Yoesuf Kalla, MPR tidak lagi lembaga tertinggi negara melainkan lembaga yang kedudukannya sama dengan presiden, MA, BPK, kedaulatan rakyat tidak lagi ditangan MPR melainkan menurut UUD.
            Di dalam amandemen UUD 1945 ada penegasan tentang sistem pemerintahan presidensial tetap dipertahankan dan bahkan diperkuat. Dengan mekanisme pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung. 
               Akan tetapi, reformasi juga memiliki beberapa kekurangan seperti lepasnya Timor Timur dari wilayah Republik Indonesia pada tahun 1998, pada saat itu Indonesia tidak bisa mempertahankan provinsi tersebut. Aksi separatism dan didukung oleh perbedaan wilayah jajahan menyebabkan provinsi tersebut akhirnya lepas dari NKRI. Konflik antar kelompok etnis bermunculan di berbagai daerah yang disebabkan kurangnya toleransi beragama antar pemeluk agama. Namun, dengan adanya Gus Dur sebagai Bapak Pluralisme, hal tersebut perlaha-lahan dapat berkurang. Adanya perangkapan jabatan yang membuat pejabat bersangkutan tidak dapat berkonsentrasi penuh pada jabatan publik yang diembannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar